Jumat, 24 Oktober 2014

asuhan keperawatan (askep) efusi pleura

A.    PENGERTIAN
Efusi Pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan berlebihan dirongga pleura, dimana kondisi ini jika dibiarkan akan membahayakan jiwa penderitanya (John Gibson, MD, 1995, Waspadji Sarwono 1999, 786).
B.     ETIOLOGI
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat, eksudat dan hemoragis.
1.      Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior, tumor.
2.      Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor, ifark paru, radiasi, penyakit kolagen.
3.      Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru, tuberkulosis.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Efusi yang unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini :Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.
C.    PATOFISIOLOGI.
Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm H2O. Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila terjadi atelektasis paru.
Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain:
1.      Penghambatan drainase limfatik dari rongga pleura,
2.      Gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan tekanan perifer  menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke dalam rongga pleura
3.      Sangat menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga memungkinkan  transudasi cairan yang berlebihan
4.      Infeksi atau setiap penyebab peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat.
D.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Rongent toraks
2.       Biopsy pleura
3.      Analisa cairan pleura
E.     MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinik efusi pleura akan akan tergantung dari jumlah cairan yang ada serta tingkat konfrensi paru.
Jika jumlah efusinya sedikit (misalnya < 250 ml), mungkin belum menimbulkan manifestasi klinik dan hanya dapat dideteksi dengan X-ray foto toraks. Dengan membesarnya efusi akan terjadi retriksi ekspansi paru dan pasien memungkinkan mengalami :
1.      Dispneu bervariasi
2.      Nyeri pleuritik biasanya mendahului efusi sekunder akibat penyakit pleura
3.      Trachea menjauhi sisi yang mengalami efusi
4.      Ruang interkostal menonjol (efusi yang berat)
5.      Pergerakan dada berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena efusi
6.      Perkusi meredup diatas efusi pleura
7.      Suara nafas berkurang diatas efusi pleura
8.      Fremitus vokal dan dada berkurang
9.      Bunyi pendek dan lemah diarea yang mengalami efusi
10.  Tidak enak badan
11.  Demam

F.     PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu. Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif, pneumonia, sirosis).
1.      Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna keperluan analisis dan untuk menghilangkan dispneu
2.      Bila penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal atau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
3.      Agen yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih lanjut.
4.      Pengobatan lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah plerektomi, dan terapi diuretic.
G.    KOMPLIKASI
1.      Fibrotoraks
Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan (dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membran-membran pleura tersebut.
2.      Atalektasis
Atalektasis adalah pengembahan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura.
3.      Fibrosis Paru
Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai lanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan baru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
H.    KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1.      PENGKAJIAN
a.    Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan dan pekerjaan pasien.
b.   Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif.
c.    Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut.
d.   Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumoni, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e.    Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
f.    Riwayat Psikososial
Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
g.   Pemeriksaan fisik
1)      Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien.
2)      Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.
Fremitus tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit.
Suara perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut egofoni
3)      Sistem Cardiovasculer
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis. Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
4)      Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta, tumor).
5)      Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks patologis, dan bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan.
6)      Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
7)      Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.
2.      DIAGNOSA
a.       Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura
b.      Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
c.       Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan Barbara Engram).
d.      Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah)

3.      INTERVENSI
NO
DIAGNOSA
TUJUAN & KRITERIA HASIL
INTERVENSI
RASIONAL
1
Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura
Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.
Rencana tindakan :

a.       Identifikasi faktor penyebab
b.      Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.
c.       Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
d.      observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
e.       Lakukan auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.
f.       Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
g.      Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta foto thorax.

a.       Dengan mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
b.      Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.
c.       Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
d.      Peningkatan RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
e.       Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru
f.       Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
g.      Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya cairan dan kembalinya daya kembang paru
2
Cemas sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).

Tujuan : Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.
Kriteria hasil : Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur dengan frekuensi 16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit
a.       Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler. Jelaskan mengenai penyakit dan diagnosanya.
b.      Pertahankan hubungan saling percaya antara perawat dan pasien.
c.       kaji faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.

a.       pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak kerjasama dalam perawatan.
b.      Hubungan saling percaya membantu proses terapeutik
c.       Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.

3
Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan

Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil : Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami gangguan, pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit dan pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.

a.       Beri posisi senyaman mungkin bagi pasien.
b.      Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan pasien sebelum dirawat.
c.       Anjurkan pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.

a.       Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan memperlancar peredaran O2 dan CO2.
b.      Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan mengganggu proses tidur.
c.       Relaksasi dapat membantu mengatasi gangguan tidur
4
Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah)

Tujuan : Pasien mampu melaksanakan aktivitas seoptimal mungkin.
Kriteria hasil : Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan bersemangat, personel hygiene pasien cukup.

a.       Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta adanya perubahan tanda-tanda vital.
b.      bantu Px memenuhi kebutuhannya.
c.       Libatkan keluarga dalam perawatan pasien.
d.      Jelaskan pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
e.       Motivasi dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap.

a.       Mengetahui sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
b.      Memacu pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.
c.       Kelemahan suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara penuh.
d.      Istirahat perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme.
e.       Aktivitas yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan pasien pada kondisi normal.