hyung-hyung
Sabtu, 08 November 2014
Jumat, 24 Oktober 2014
asuhan keperawatan (askep) efusi pleura
A.
PENGERTIAN
Efusi Pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat
cairan berlebihan dirongga pleura, dimana kondisi ini jika dibiarkan akan
membahayakan jiwa penderitanya (John Gibson, MD, 1995, Waspadji Sarwono 1999,
786).
B.
ETIOLOGI
Berdasarkan jenis cairan yang
terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat, eksudat dan hemoragis.
1. Transudat dapat disebabkan oleh
kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindroma nefrotik, asites
(oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior, tumor.
2. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB,
preumonia dan sebagainya, tumor, ifark paru, radiasi, penyakit kolagen.
3. Effusi hemoragis dapat disebabkan
oleh adanya tumor, trauma, infark paru, tuberkulosis.
Berdasarkan lokasi cairan yang
terbentuk, effusi dibagi menjadi unilateral dan bilateral. Efusi yang
unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit penyebabnya
akan tetapi effusi yang bilateral ditemukan pada penyakit-penyakit dibawah ini
:Kegagalan jantung kongestif, sindroma nefrotik, asites, infark paru, lupus
eritematosus systemic, tumor dan tuberkolosis.
C.
PATOFISIOLOGI.
Dalam keadaan normal hanya terdapat
10-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah cairan di rongga pleura tetap,
karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm H2O.
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun
misalnya pada penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler
akibat ada proses keradangan atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis
akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif intra pleura apabila terjadi
atelektasis paru.
Effusi pleura berarti terjadi
pengumpulan sejumlah besar cairan bebas dalam kavum pleura. Kemungkinan
penyebab efusi antara lain:
1. Penghambatan drainase limfatik dari
rongga pleura,
2. Gagal jantung yang menyebabkan
tekanan kapiler paru dan tekanan perifer
menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang
berlebihan ke dalam rongga pleura
3. Sangat menurunnya tekanan osmotik
kolora plasma, jadi juga memungkinkan
transudasi cairan yang berlebihan
4. Infeksi atau setiap penyebab
peradangan apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan
membran kapiler dan memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam
rongga secara cepat.
D.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
Rongent toraks
2.
Biopsy pleura
3.
Analisa cairan
pleura
E.
MANIFESTASI
KLINIK
Manifestasi
klinik efusi pleura akan akan tergantung dari jumlah cairan yang ada serta tingkat
konfrensi paru.
Jika jumlah
efusinya sedikit (misalnya < 250 ml), mungkin belum menimbulkan manifestasi
klinik dan hanya dapat dideteksi dengan X-ray foto toraks. Dengan membesarnya
efusi akan terjadi retriksi ekspansi paru dan pasien memungkinkan mengalami :
1. Dispneu bervariasi
2. Nyeri pleuritik
biasanya mendahului efusi sekunder akibat penyakit pleura
3. Trachea
menjauhi sisi yang mengalami efusi
4. Ruang
interkostal menonjol (efusi yang berat)
5. Pergerakan dada
berkurang dan terhambat pada bagian yang terkena efusi
6. Perkusi meredup
diatas efusi pleura
7. Suara nafas
berkurang diatas efusi pleura
8. Fremitus vokal
dan dada berkurang
9. Bunyi pendek
dan lemah diarea yang mengalami efusi
10. Tidak enak badan
11. Demam
F.
PENATALAKSANAAN
Tujuan
pengobatan adalah untuk menemukan penyebab dasar, untuk mencegah penumpukan
kembali cairan, dan untuk menghilangkan ketidaknyamanan serta dispneu.
Pengobatan spesifik ditujukan pada penyebab dasar (co; gagal jantung kongestif,
pneumonia, sirosis).
1. Torasentesis
dilakukan untuk membuang cairan, untuk mendapatkan specimen guna keperluan
analisis dan untuk menghilangkan dispneu
2. Bila
penyebab dasar malignansi, efusi dapat terjadi kembali dalam beberapa hari
tatau minggu, torasentesis berulang mengakibatkan nyeri, penipisan protein dan
elektrolit, dan kadang pneumothoraks. Dalam keadaan ini kadang diatasi dengan
pemasangan selang dada dengan drainase yang dihubungkan ke system drainase water-seal
atau pengisapan untuk mengevaluasiruang pleura dan pengembangan paru.
3. Agen
yang secara kimiawi mengiritasi, seperti tetrasiklin dimasukkan kedalam ruang
pleura untuk mengobliterasi ruang pleural dan mencegah akumulasi cairan lebih
lanjut.
4. Pengobatan
lainnya untuk efusi pleura malignan termasuk radiasi dinding dada, bedah
plerektomi, dan terapi diuretic.
G.
KOMPLIKASI
1. Fibrotoraks
Efusi pleura
yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan terjadi
perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan viseralis. Keadaan ini disebut
dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis
yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan
(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membran-membran pleura tersebut.
2.
Atalektasis
Atalektasis
adalah pengembahan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan
akibat efusi pleura.
3.
Fibrosis Paru
Fibrosis paru
merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah
yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai
lanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi
pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan
baru yang terserang dengan jaringan fibrosis.
H.
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
1.
PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien
Pada
tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat
rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
b. Keluhan Utama
Keluhan
utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau
berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan
keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat
iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk
dan bernafas serta batuk non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien
dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti
batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun
dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa
tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya
tersebut.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu
ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru, pneumoni,
gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya faktor predisposisi.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu
ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang
disinyalir sebagai penyebab effusi pleura seperti Ca paru, asma, TB paru dan
lain sebagainya.
f. Riwayat Psikososial
Meliputi
perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta
bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
g. Pemeriksaan fisik
1) Status Kesehatan Umum
Tingkat
kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum,
ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien
terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan
ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan
pasien.
2) Sistem Respirasi
Inspeksi
pada pasien effusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga
mendatar, ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan
mediastinum ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi
trakhea dan ictus kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu.
Fremitus
tokal menurun terutama untuk effusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc.
Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang
tertinggal pada dada yang sakit.
Suara
perkusi redup sampai peka tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak
mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis
lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk.
Garis ini disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian
depan dada, kurang jelas di punggung.
Auskultasi
Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas
makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru,
mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di
sekitar batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya bila
penderita diminta mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara e
sengau, yang disebut egofoni
3) Sistem Cardiovasculer
Pada
inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada
linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi
jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya
denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis.
Perkusi untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak.
Hal ini bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel
kiri. Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop
dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung serta adakah
murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
4) Sistem Pencernaan
Pada
inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut
menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di
inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa.
Auskultasi
untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35 kali
permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen,
adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat
hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen
normal tympanik, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak
(hepar, asites, vesika urinarta, tumor).
5) Sistem Neurologis
Pada
inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan
GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. refleks patologis, dan
bagaimana dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga
perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan
pengecapan.
6) Sistem Muskuloskeletal
Pada
inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial, palpasi pada kedua
ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan
capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan
kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
7) Sistem Integumen
Inspeksi
mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada
Px dengan effusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem
transport O2. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit
(dingin, hangat, demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta
turgor kulit untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.
2. DIAGNOSA
a. Ketidakefektifan pola pernafasan
berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan
cairan dalam rongga pleura
b. Cemas sehubungan dengan adanya
ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
c. Gangguan pola tidur dan istirahat
sehubungan dengan batuk yang menetap dan sesak nafas serta perubahan suasana
lingkungan Barbara Engram).
d. Ketidakmampuan melakukan aktivitas
sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah)
3. INTERVENSI
NO
|
DIAGNOSA
|
TUJUAN
& KRITERIA HASIL
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1
|
Ketidakefektifan pola pernafasan
berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan
cairan dalam rongga pleura
|
Tujuan : Pasien mampu
mempertahankan fungsi paru secara normal
Kriteria hasil : Irama, frekuensi
dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak
ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.
Rencana tindakan :
|
a.
Identifikasi
faktor penyebab
b.
Kaji
kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang
terjadi.
c.
Baringkan
pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat
tidur ditinggikan 60 – 90 derajat.
d.
observasi
tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
e.
Lakukan
auskultasi suara nafas tiap 2-4 jam.
f.
Bantu
dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
g.
Kolaborasi
dengan tim medis lain untuk pemberian O2 dan obat-obatan serta
foto thorax.
|
a.
Dengan
mengidentifikasikan penyebab, kita dapat menentukan jenis effusi pleura
sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat.
b.
Dengan
mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui
sejauh mana perubahan kondisi pasien.
c.
Penurunan
diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa maksimal.
d.
Peningkatan
RR dan tachcardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
e.
Auskultasi
dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru
f.
Menekan
daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot dada
serta abdomen membuat batuk lebih efektif.
g.
Pemberian
oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya sianosis
akibat hiponia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya
cairan dan kembalinya daya kembang paru
|
2
|
Cemas sehubungan dengan adanya
ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
|
Tujuan : Pasien mampu memahami dan
menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.
Kriteria hasil : Pasien mampu
bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi dengan keadaannya. Respon
non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur dengan frekuensi
16-24 kali permenit, nadi 80-90 kali permenit
|
a.
Berikan
posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler. Jelaskan
mengenai penyakit dan diagnosanya.
b.
Pertahankan
hubungan saling percaya antara perawat dan pasien.
c.
kaji
faktor yang menyebabkan timbulnya rasa cemas.
|
a.
pasien
mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak kerjasama dalam
perawatan.
b.
Hubungan
saling percaya membantu proses terapeutik
c.
Tindakan
yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien dan
membangun kepercayaan dalam mengurangi kecemasan.
|
3
|
Gangguan pola tidur dan istirahat
sehubungan dengan batuk yang menetap dan sesak nafas serta perubahan suasana
lingkungan
|
Tujuan : Tidak terjadi gangguan
pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil : Pasien tidak
sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa mengalami gangguan,
pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit dan pasien
beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.
|
a.
Beri
posisi senyaman mungkin bagi pasien.
b.
Tentukan
kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan pasien sebelum
dirawat.
c.
Anjurkan
pasien untuk latihan relaksasi sebelum tidur.
|
a.
Posisi
semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan memperlancar peredaran O2
dan CO2.
b.
Mengubah
pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan mengganggu proses tidur.
c.
Relaksasi
dapat membantu mengatasi gangguan tidur
|
4
|
Ketidakmampuan melakukan aktivitas
sehari-hari sehubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah)
|
Tujuan : Pasien mampu melaksanakan
aktivitas seoptimal mungkin.
Kriteria hasil : Terpenuhinya
aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan bersemangat, personel
hygiene pasien cukup.
|
a.
Evaluasi
respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas serta
adanya perubahan tanda-tanda vital.
b.
bantu Px
memenuhi kebutuhannya.
c.
Libatkan
keluarga dalam perawatan pasien.
d.
Jelaskan
pada pasien tentang perlunya keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
e.
Motivasi
dan awasi pasien untuk melakukan aktivitas secara bertahap.
|
a.
Mengetahui
sejauh mana kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
b.
Memacu
pasien untuk berlatih secara aktif dan mandiri.
c.
Kelemahan
suatu tanda Px belum mampu beraktivitas secara penuh.
d.
Istirahat
perlu untuk menurunkan kebutuhan metabolisme.
e.
Aktivitas
yang teratur dan bertahap akan membantu mengembalikan pasien pada kondisi
normal.
|
Langganan:
Postingan (Atom)